TENTANG KAMI

Foto saya
WIROKERTEN, BANGUNTAPAN, BANTUL, YOGYAKARTA, Indonesia
KEPEDULIAN DAN PERHATIAN terhadap ANAK YATIM/PIATU, (PPAY) AMANAH WARAHMAH LIL UMAT Alamat: Rt.02 Kepuh Wetan, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Kode Pos:55194 Rekening: BPD DIY Syariah No: 804241001040 a.n: AMANAH WARAHMAH LIL UMAT Hp. 081534116236 Email: yatim1amanah@gmail.com https://yatim1amanah.blogspot.com

wa


Alamat: Rt.02 Kepuh Wetan, Wirokerten, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Kode Pos:55194 Rekening: BPD DIY Syariah No: 804241001040 a.n: AMANAH WARAHMAH LIL UMAT Hp. 081534116236 Email: yatim1amanah@gmail.com https://yatim1amanah.blogspot.com

Rabu, 09 Mei 2018

ANCAMAN BAGI ORANG YANG MENGABAIKAN ANAK YATIM

بسم الله الرحمن الرحيم

 السلام عليكم و رحمة الله و بركاته




Sedemikian besarnya perhatian Islam yang mulia terhadap anak-anak yatim, maka barang-siapa yang mengabaikan dan menelantarkan hak-hak mereka, Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم akan mengancam dan menghukumnya. Di inilah ancaman yang tertera dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah itu:
1.    Orang yang mengabaikan hak-hak anak yatim, baik dengan cara menzaliminya atau tidak mengurusinya adalah pendusta terhadap agama. Allah سبحانه و تعالىberfirman:
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ. فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS. al-Ma'un [107]: 1-2 )
Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata, "Menghardik anak yatim adalah dengan cara memaksanya, menzalimi haknya, tidak memberi makan, tidak pula berbuat baik kepadanya."
2.    Orang yang memakan harta anak yatim secara zalim termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah صلى الله عليه وسلمbersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
"Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang menghancurkan!" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah itu?" Beliau menjawab, "Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan-Nya kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuding zina perempuan mukmin yang terjaga." (HR. al-Bukhari Muslim)
3.    Orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim, bagaikan orang yang menelan api dan Allah عزّوجلّ akan memasukkannya ke dalam nyala api neraka. Allah سبحانه و تعالى berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَاراً وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa’ [4]: 10)
Demikianlah, ajaran Islam memberi kedudukan yang amat agung kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, di samping mengancam orang-orang yang bersikap acuh tak acuh atas nasib mereka, apalagi semena-mena terhadap harta mereka.
Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada di dalam Islam. Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi juga telah dipraktikkan oleh para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلمdan para sahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa. Kepentingan mereka diutamakan daripada kepentingan pribadi atau keluarga sendiri. Gambaran tentang hal ini, di antaranya dapat kita lihat dari hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ) وَ (إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا) الْآيَةَ انْطَلَقَ مَنْ كَانَ عِنْدَهُ يَتِيمٌ فَعَزَلَ طَعَامَهُ مِنْ طَعَامِهِ وَشَرَابَهُ مِنْ شَرَابِهِ فَجَعَلَ يَفْضُلُ مِنْ طَعَامِهِ فَيُحْبَسُ لَهُ حَتَّى يَأْكُلَهُ أَوْ يَفْسُدَ فَاشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ) فَخَلَطُوا طَعَامَهُمْ بِطَعَامِهِ وَشَرَابَهُمْ بِشَرَابِهِ
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنها, ia berkata: tatkala Allah عزّوجلّ menurunkan ayat: "Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang dibenarkan" dan "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim…..", Maka setiap orang yang mengurusi anak yatim pun langsung berangkat setelah itu memisahkan makanan mereka dan makanan anak itu, minuman mereka dari minuman anak itu. Mereka lebih mengutamakan makanan anak itu daripada yang untuk mereka. Makanan anak itu dipisahkan di suatu tempat sampai dimakannya atau menjadi basi. Hal tersebut sangat memberatkan mereka, kemudian mereka mengadu kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Lalu Allah عزّوجلّ menurunkan ayat: "Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak yatim, katakanlah: "Berbuat baik kepada mereka adalah lebih baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu." Kemudian orang-orang menyatukan makanan mereka dengan anak yatim.
Semoga pembahasan yang singkat ini bisa semakin menggugah hati dan sanubari kita untuk bertambah dalam memperhatikan hak-hak anak yatim.
Wallahu a’lam


Surat Al Maa’uun adalah di antara surat Makkiyah (yang turun sebelum hijrah) atau surat Madaniyah (yang turun setelah hijrah). Surat ini berisi penjelasan mengenai orang-orang yang mendapat ancaman karena mendustakan hari pembalasan. Sifat mereka adalah tidak menyayangi anak yatim dan orang miskin, juga lalai dari shalat dan riya’ di dalamnya. Mereka pun enggan menolong orang lain dengan harta atau pun suatu manfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’  dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al Maa’uun: 1-7).
Mendustakan Hari Pembalasan
Dalam ayat pertama disebutkan,
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan?” (QS. Al Maa’uun: 1-7).
Mengenai kata “الدين” (ad diin) dalam ayat di atas, ada empat pendapat: (1) hukum Allah, (2) hari perhitungan, (3) hari pembalasan dan (4) Al Qur’an. Demikian kata Ibnul Jauzi dalam kitab tafsirnya, Zaadul Masiir (9: 244). Jadi ayat tersebut bisa bermakna orang yang mendustakan hukum Allah, hari perhitungan, hari pembalasan atau mendustakan Al Qur’an.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ad diin adalah hari pembalasan, sehingga jika diartikan: “Tahukah kamu orang yang mendustakan hari pembalasan?” Dan beliau menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan pada mereka yang mengingkari hari kebangkitan sebagaimana disebutkan dalam ayat,
أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ , أَوَآَبَاؤُنَا الْأَوَّلُونَ
Apakah apabila kami telah mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan (kembali)? Dan apakah bapak-bapak kami yang telah terdahulu (akan dibangkitkan pula)”?” (QS. Ash Shofaat: 16-17).
مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin: 78). Mereka inilah yang mendustakan ‘yaumud diin’ yaitu hari pembalasan. (Lihat Tafsir Juz ‘Amma, hal. 274).
Tidak Menyayangi Anak Yatim dan Fakir Miskin
Setelah menyebutkan mengenai orang yang mendustakan hari pembelasan, lalu disebutkan ayat,
فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3)
Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Dalam dua ayat di atas digabungkan dua hal:
1. Tidak punya kasih sayang pada anak yatim. Padahal mereka itu orang yang patut dikasihi. Perlu diketahui, yatim adalah yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh (dewasa). Dialah yang patut dikasihi karena mereka tidak lagi memiliki orang tua yang mengasihinya. Akan tetapi yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang yang menghardik anak yatim. Yaitu ketika yatim tersebut datang, mereka menolaknya dengan sekeras-kerasnya atau meremehkannya.
2. Tidak mendorong untuk mengasihi yang lain, di antaranya fakir miskin. Padahal fakir dan miskin sangat butuh pada makanan. Orang yang disebutkan dalam ayat ini tidak mendorong untuk memberikan makan pada orang miskin karena hatinya memang telah keras. Jadi intinya, orang yang disebutkan dalam dua ayat di atas, hatinya benar-benar keras.
Ayat di atas semisal dengan ayat,
كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (18)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin” (QS. Al Fajr: 17-18). Orang fakir adalah yang kebutuhannya dan kecukupannya tidak bisa terpenuhi (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 4: 691).

Tidak ada komentar: