السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
🔹 PERKATAAN BAK MUTIARA TENTANG ILMU 🔹
Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu berkata :
مَوْتُ اَلْفِ عَابِدٍ اَهْوَنُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ بَصِيْرٍ بِحَلَالِ اللَّهِ وَحَرَامِهِ
Matinya seribu ahli ibadah lebih ringan daripada kematian satu orang ‘alim yang faham halal dan haram terhadap hukum Allah” (Miftah Daaris Sa’aadah, Ibnul Qoyyim 1/398)
Abu Hurairah dan Abu Dzar radhiyallahu anhuma berkata :
«بَابٌ مِنَ الْعِلْمِ تَتَعَلَّمُهُ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ أَلْفِ رَكْعَةِ تَطَوُّعٍ، وَبَابٌ مِنَ الْعِلْمِ تُعَلِّمُهُ عُمِلَ بِهِ أَوْ لَمْ يَعْمَلْ بِهِ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ مِائَةِ رَكْعَةِ تَطَوُّعٍ»
Mempelajari satu bab dari ilmu lebih kami cintai dari pada shalat sunnah seribu roka’at dan mengajarkan satu bab ilmu baik di amalakan ataupun tidak dengannya, lebih kami sukai daripada shalat sunnah seratus roka’at” (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi, Ibnu ‘Abdil Barr 1/25)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata ;
عَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ قَبْلَ اَنْ يُرْفَعَ وَرَفْعُهُ هَلَاكُ الْعُلَمَاءِ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيَوَدَّنَّ رِجَالٌ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ شُهَدَاءَ اَنْ يَبْعَثَهُمُ اللَّهُ عُلَمَاءَ لِمَا يَرَوْنَ مِنْ كَرَامَتِهِمْ وَإِنَّ اَحَدًا لَمْ يُوْلَدْ عَالِمًا وَإِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
“Hendaklah engkau belajar ilmu sebelum ilmu itu diangkat dan diangkatnya ilmu itu dengan wafatnya para ulama , maka demi yang jiwaku berada di tangan Nya, sungguh orang orang yang mati di jalan Allah sebagai syahid berkeinginan untuk di bangkitkan sebagai ulama karena mereka melihat dari kemuliaan para Ulama, dan sesungguhnya seseorang itu tidak dilahirkan dalam keadaan berilmu, sesungguhnya ilmu itu di pelajari” (Miftah Daaris Sa’aadah, Ibnu Qoyyim 1/397)
Salman al Farisi radhiyallahu berkata :
اَلْعِلْمُ كَثِيْرٌ وَالْعُمْرُ قَصِيْرٌ فَخُذْ مِنَ الْعِلْمِ مَا تَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِيْ أَمْرِ دِيْنِكَ.
“Ilmu itu banyak sedangkan umur itu pendek (terbatas), maka ambillah ilmu (yang terpenting) yang engkau butuhkan dalam urusan agamamu.” (Shifatush Shafwah, 1/546).
Dari Kumail bin Ziyad An Nakha’I berkata : Ali Bin Abi Thalib menarik tanganku, dia membawaku keluar kearah padang pasir, sesampainya di tempat yang luas dia menghela nafas, kemudian berkata :
يَا كُمَيْلُ بْنَ زِيَادٍ الْقُلُوبُ أَوْعِيَةٌ فَخَيْرُهَا أَوْعَاهَا، وَاحْفَظْ مَا أَقُولُ لَكَ: النَّاسُ ثَلَاثَةٌ: فَعَالِمٌ رَبَّانِيٌّ، وَمُتَعَلِّمٌ عَلَى سَبِيلِ نَجَاةٍ، وَهَمَجٌ رَعَاعٌ أَتْبَاعُ كُلِّ نَاعِقٍ، يَمِيلُونَ مَعَ كُلِّ رِيحٍ، لَمْ يَسْتَضِيئُوا بِنُورِ الْعِلْمِ، وَلَمْ يَلْجَئُوا إِلَى رُكْنٍ وَثِيقٍ. الْعِلْمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَالِ، الْعِلْمُ يَحْرُسُكَ، وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ، الْعِلْمُ يَزْكُو عَلَى الْعَمَلِ، وَالْمَالُ تُنْقِصُهُ النَّفَقَةُ، وَمَحَبَّةُ الْعَالِمِ دَيْنٌ يُدَانُ بِهَا
“Wahai Kumail bin Ziyad, hati itu adalah bejana, dan sebaik baiknya adalah yang paling banyak menampung (ilmu). Ingatlah apa yang akan aku katakana kepadamu, manusia itu ada tiga golongan, orang berilmu yang shalih (Robbani), orang yang terus belajar pada jalan keselamatan, dan orang jahat dan awam, dia mengikuti setiap yang bersuara, selalu berayun kemanpun angin bertiup (tidak punya pendrian), hidupnya tidak disdinari cahaya ilmu, tidak pula berlindung pada pondasi yang kuat. Ilmu itu lebih baik dari harta, ilmu yang menjagamu, sedangkan harta, engkau yang menjaganya. Ilmu itu bertambah ketika diamalkan sedangkan harta berkurang bila diinfakkan. Ilmulah yang menghukumi, sedangkan harta yang dihukumi. Mencintai ahli ilmu adalah bagian dari agama, yang berpahala..” (Al Hilyah, Abu Nu’aim 1/79)
Imam Ibnu Sirin rahimahullah berkata :
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ.
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian.” (Shahih Muslim, 1/7).
Sa’id Al Musayyib rahimahullah berkata :
لَيْسَتْ عِبَادَةُ اللَّه بِالصَّوْمِ وَالصَّلَاة وَلَكِنْ بِالْفِقْهِ فِيْ دِيْنِهِ
Ibadah kepada Allah itu bukan dengan puasa, shalat akan tetapi dengan bertafaqquh (mempelajari) agamanya” (Mifatah Daaris Sa’aadah, Ibnu Qoyyim 1/389)
Muhammad bin Syihab Az Zuhri rahimahullah berkata :
«مَا عُبِدَ اللَّهُ بِمِثْلِ الْفِقْهِ»
“Tidak ada bentuk mengibadahi Allah seperti mempelajari ilmu agama” (Mifatah Daaris Sa’aadah, Ibnu Qoyyim 1/390)
Imam Al Hasan Bashri rahimahullah berkata ;
لَأَنْ أَتَعَلَّمَ بَابًا مِنْ الْعِلْمِ فَأُعَلِّمَهُ مُسْلِمًا أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ أَنْ تَكُونَ لِي الدُّنْيَا كُلُّهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ تَعَالَى
“Sungguh aku mempelajari satu bab Ilmu lalu aku ajarkan kepada seorang muslim itu lebih aku cintai daripada aku memiliki dunia dan seluruh isinya lalu saya infaqkan di jalan Allah Ta’ala” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 1/21)
Imam Syafi’I rahimahullah berkata :
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ
“Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shifatush Shafwah, 2/251).
Beliau rahimahullah juga mengatakan :
لَيْسَ شَيْءٌ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلَ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih utama setelah yang fardlu dibandingkan mencari ilmu” (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 1/121)
Dalam gubahan sya’irnya Imam Syafi’I berkata :
تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِـمًــا
وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ جَاهِـلُ
وَإِنَّ كَبِيْرَ الْقَوْمِ لَا عِلْمَ عِـنْـدَهُ
صَغِيْرٌ إِذَا الْتَفَتْ عَلَيْهِ الْجَحَافِلُ
وَإِنَّ صَغِيْرَ الْقَوْمِ إِنْ كَانَ عَالِمًا
كَبِيْرٌ إِذَا رُدَّتْ إِلَيْهِ الْمَحَـافِـلُ
“Belajarlah, karena tak seorangpun dilahirkan berilmu
Dan tidaklah orang yang berilmu seperti orang bodoh
Biarpun pembesar bangsa tapi tidak berilmu
Ia kecil ketika pasukan mengepungnya
Biarpun orang kecil tapi berilmu
Ia besar ketika banyak orang merujuk kepadanya” (Ad Diwan As Syafi’I hal. 69)
Penyair mengatakan dalam gubahan sya’irnya :
مَا اْلفَخْرُ إِلَّا لِأَهْلِ اْلعِلْمِ إنَّهُمُو
عَلَى اْلهُدَى لِمَنِ اسْتَهْدَى أَدِلَّاءُ
وَقَدْرُ كُلِّ امْرِئٍ مَا كَانَ يُحْسِنُهُ
وَاْلجَاهِلُوْنَ لِأَهْلِ اْلعِلْمِ أَعدَاءُ
“Tiada kemuliaan kecuali bagi ahli ilmu
Mereka pemandu jalan hidayah bagi pencarinya
Nilai setiap orang itu tergantung apa yang dia tekuni
sedangkan orang yang bodoh terhadap orang berilmu memusuhi " .(Al Majmu’ Syarah Muhadzab 1/21).
Penyair lain mengatakan :
يُعَدُّ رَفِيْعُ القَوْمِ مَنْ كَانَ عَالِمًا
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْ قَوْمِهِ بِحَاسِبِ
وَإِنْ حَلَّ أَرْضًا عَاشَ فِيْهَا بِعِلْمِهِ
وَمَا عَالِمٌ فِيْ بَلْدَةٍ بِغَرِيْبِ
“Orang berilmu dipandang sebagai orang Petinggi bangsa,
meskipun tak tergolong orang bangsawan,
dibumi manapun ia tinggal tetap hidup dengan ilmunya,
dan seorang berilmu tak kanasing dinegeri manapun”. (Uyunul Akhbar, Ibnu Qutaibah, 2/136).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar